Wanita, Tulang Rusuk Pria??

Dengan lihai dan hati-hati sekali Setan mengeluarkan tulang rusuk kiri yang hidup itu dari tubuh Adam, lalu membentuknya seperti bentuk Adam, tetapi sedikit berbeda. Kemudian Setan melekatkan sesuatu pada sosok ini, sesuatu yang bersumber darinya. Setelah itu, mahluk tersebut berdiri dan melangkah. Tiba-tiba terdengar pekik nyaring dari balik pepohonan, “Hore! Hore!”

SEBUAH penggalan dari cerita pendek “Dan Dunia Pun Ada!” karya Dr. Taufiq El Hakim. Terdapat pada buku “Dalam Perjamuan Cinta”, Penerbit Republika dan Basmala Republika Corner (2008:37), hasil saduran dan seleksi Anif Sirsaeba dari naskah kumpulan cerpen berbahasa Arab, “Arînillâh” (Lihatkan Allah Padaku).

Tentu saya tidak hendak membuat kritik sastra. Saya tak paham urusan sastra dan urusan kritik-mengkritiknya. Lagi, kalaupun dipaksakan, saya tak kan mampu melakukannya pada sastrawan besar Islam dari Timur Tengah itu. Tidak sama sekali!

Tapi dengarlah bisik batin ini, “Hawa diciptakan Setan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri”. Makna denotatif itulah yang saya tangkap dari membaca penggalan di atas. Tentu dengan mengabaikan paragraf-paragraf lainnya yang terhimpun pada cerpen tersebut. Seraya tidak mengambil makna keseluruhan isinya. Dan, semacam ini pulalah pandangan sebagian orang ihwal sejarah penciptaan perempuan.

Bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri. Bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Ungkapan-ungkapan yang kemudian acapkali berujung pada sebuah kesimpulan kurang mengenakkan, “Perempuan adalah bagian dari laki-laki. Tak kan pernah ada perempuan tanpa kehadiran laki-laki.”

Pengertian itulah yang berlaku pada sementara orang sepanjang peradaban. “…Kisah ini sangat populer dalam kitab-kitab samawi, sehingga tak diragukan lagi kebenarannya…” Tulis Pak El Hakim pada permulaan cerpennya. Ia sendiri memulai ceritanya dengan menyebut buku sejarah Abul Fida.

Adalah firman Allah: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari nafs yang satu (nafsin wahidah), dan darinya Allah menciptakan pasangannya (zawjaha), dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (Qs. al-Nisâ’ [4]:1)

Banyak pemaham al-Qur’an semisal Pak al-Suyuthi, Pak Ibnu Katsir, Pak al-Qurthubi, Pak al-Biqa’i, Pak Abu al-Su’ud, dll., (semoga Allah merahmati mereka!) bahkan boleh jadi mayoritas sebagaimana kata Tim Penerjemah al-Qur’an Departemen Agama RI, yang memaknai kata “nafs” pada ayat ini sebagai Adam. Dari pandangan ini, lalu dipahami pula bahwa kata “zawjaha” yang berarti pasangannya menunjuk kepada istri Adam (yang populer dinamai) Hawa. Dengan demikian, ayat ini, secara sepintas, boleh berarti, “…Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari Adam, dan dari Adam itu Allah menciptakan isterinya, Hawa…”

Lebih spesifik lagi, bagian Adam yang dijadikan bahan untuk mencipta Hawa ialah tulang rusuknya. Ini disimpulkannya berdasarkan pemahaman atas beberapa sabda:“Berwasiatlah kepada perempuan dengan cara yang baik, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya bagian tulang rusuk yang paling bengkok ialah bagian atasnya. Jika engkau hendak meluruskannya, dia akan patah; dan jika engkau membiarkannya, dia akan tetap bengkok. Maka berwasiatlah kepada perempuan dengan cara yang baik” (Hr. Pak al-Bukhari dan Pak Muslim dari Pak Abu Hurairah [semoga Allah meridhainya!]). Atau, dengan redaksi yang agak berbeda, “Saling wasiat-mewasiatlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Kalau engkau membiarkannya, dia tetap bengkok; dan bila engkau berupaya meluruskannya, dia akan patah.” (Hr. Pak al-Tirmidzi dari Pak Abu Hurairah [semoga Allah meridhainya!]).

Sebagian ilmuwan Muslim terdahulu memang memahami hadis ini secara harfiah. Pak al-Qurthubi [semoga Allah merahmatinya!], misalnya, menekankan bahwa Hawa (perempuan) diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang bengkok, dan oleh karena itu perempuan bersifat awjâ’ (bengkok atau tidak lurus). Ada pula yang menambahkan bahwa tulang rusuk itu berupa tulang rusuk Adam yang ketigabelas. Yup, karena setahu saya, manusia sekarang yang berjenis laki-laki hanya memiliki 12 rusuk kiri. Tulang rusuk Adam As. yang ke-13 itu Allah ambil saat beliau sedang terlelap.

Jika demikian adanya, maka kemudian orang tidak keliru ketika menganggap perempuan sebagai bagian dari laki-laki. Ya, sebab Hawa (perempuan) tercipta dari bagian tubuh Adam (laki-laki). Di sini ada generalisasi atau menurut istilah Sundadisakompetdaunkeun alias dihurunsuluhkeun. Tanpa Adam, maka Hawa pun tidak ada. Tanpa laki-laki, maka perempuan pun tidak ada.

Tapi baiklah, pemahaman semacam ini boleh jadi hanya berlaku di kalangan para ilmuwan Muslim terdahulu. Para pemaham al-Qur’an setelahnya cenderung memiliki tafsir berbeda. Pak Muhammad Abduh dan mahasiswanya, Pak al-Qashimi [semoga Allah merahmati mereka!], umpamanya, mengartikan kata “nafsin wahidah” pada ayat di atas dengan “jenis yang satu/sama”. Dengan begitu, ayat ini menegaskan bahwa perempuan (istri Adam) diciptakan dari jenis yang sama (satu) dengan Adam. Sedangkan hadis-hadis Nabi yang mensuratkan perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki, di samping ada pula yang menolak kesahihannya, banyak dipahami dalam pengertian metafora; tidak secara harfiah.

Dalam konteks tertentu, memahami redaksi matan hadis, bahkan juga al-Qur’an, secara metafora (majaji) memang sesuatu yang lumrah. Kita ambil contoh, “…ketahuilah bahwa surga itu berada di bawah bayang-bayang pedang.” Hadis ini diriwayatkan oleh Pak Bukhari dan Pak Muslim [semoga Allah merahmati mereka!]. Jika hadis ini dipahami dalam pengertian hakiki maka akan sulit diterima. Satu-satunya jalan ialah harus dipahami dalam pengertian majaji. Maksud hadis ini, surga itu harus diraih dengan kerja keras, kesungguhan, serta ketulusan seperti perjuangan berperang melawan musuh-musuh Allah.

Begitulah, yang memamahami hadis di atas dalam pengertian metafora berpendapat, bahwa ia memperingatkan para laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Mengapa? Karena ada sifat bawaan, karakter, dan kecenderungan perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Bila ini tidak disadari, akan dapat menghantarkan kaum laki-laki bersikap tidak wajar dan sangeunahna alias sakarep ingsun, saenaedewe kepada perempuan itu. Siapapun tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun dipaksakan, akibatnya akan fatal. Sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok. Itu kata Pak Quraish Shihab, pemaham al-Qur’an kawentar dari Indonesia.

Di dalam Telaah Matan Hadis; Sebuah Tawaran Metodologis (LESFI, 2003), Pak Prof. Muh. Zuhri menulis: “…Tentu ilmu pengetahuan menyalahkan informasi ini (bahwa isteri dicipta dari tulang rusuk suami). Tetapi para ulama menangkap hadis itu sebagai kiasan. Opini yang berkembang tempo dulu, wanita adalah anggota rumah tangga yang dikepalai oleh suaminya (sekarang pun rumah tangga yang normal di banyak negara dikepalai oleh suami). Wanita itu pada umumnya lebih emosional dibanding pria -barangkali sampai sekarang opini itu masih memperoleh dukungan kuat. Kaum pria lebih longgar hatinya. Emosional itu disimbolkan sebagai tulang bengkok. Meluruskannya harus dengan kesabaran dan pelan-pelan. Bila meluruskannya dengan cara paksa maka ia akan patah. Bila dibiarkan maka ia akan tetap bengkok. Kepala rumah tangga harus bijaksana mengendalikan rumah tangga.”

Puisi berikut mungkin sering kita baca. Siapa penulisnya ya? Saya koq gak tahu.

diciptakan dari tulang rusuk adam
bukan dari kepalnya, untuk menjadi atasannya
bukan pula dari kakinya, untuk dijadikan alasnya
melainkan dari sisinya, untuk menjadi setara dengannya
dekat pada lengannya, untuk dilindunginya
dan dekat dengan hatinya, untuk dicintainya

Boleh jadi, munculnya ide di kalangan Muslim yang menyatakan perempuan itu tercipta dari tulang rusuk terpengaruhi oleh teks-teks keagamaan di masa lalu (sebelum Islam). Demikian menurut Pak Rasyid Ridha [semoga Allah merahmatinya!]. Di dalam Perjanjian Lama, misalnya, disebutkan, “Ketika Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupkannya pula tempat itu dengan daging. Maka dari tulang yang telah dikeluarkan dan Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan.” (Kejadian II:21-22) Bahkan, kabar pada penggalan cerpen Pak El Hakim di atas, malah Setan, bukan Allah, yang mengambil dan menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam yang sedang tidur.

Ihwal ini, Pak Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar IV (330) berkomentar [saya mengutipnya dari buku Pak Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an, Volume 2, Ciputat: Lentera Hati, 2000, hal. 316], “Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama seperti redaksi di atas, niscaya pendapat yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang Muslim.”

Memang, kenyataannya, para pembaca al-Qur’an harus mengakui bahwa mereka tidak menemukan satu pun petunjuk yang pasti dari ayat al-Qur’an yang dapat menghantarkannya untuk menyatakan bahwa perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk. Atau, bahwa unsur penciptaan perempuan berbeda dengan laki-laki. Justeru, yang banyak ditemukan dari ayat-ayat al-Qur’an ialah tentang kesamaan unsur kejadian Adam dan Hawa, di samping persamaan dalam hal kedudukannya, tentunya.

“Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan (untuk memudahkan mereka mencari kehidupan). Kami beri mereka rezeki yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempuma atas kebanyakan makhluk-makhluk yang Kami ciptakan.” (Qs.al-Isra’ [17]:70). Kata Pak Quraish, kalimat “anak-anak Adam” mencakup laki-laki dan perempuan. Demikian pula ihwal penghormatan Tuhan yang diberikanNya. Ia mencakup anak-anak Adam seluruhnya, baik laki-laki maupun perempuan.

Kendatipun kita menerima bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam, maka ini tidak lantas berarti kedudukan perempuan selain Hawa demikian juga. Atau, malah lebih rendah dari laki-laki. Sebab, semua laki-laki dan perempuan anak cucu Adam lahir dari gabungan antara laki-laki dan perempuan. Firman Allah: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar” (Qs. al-Hujrat [49]:13).

Lalu ayat, “Sebagian kamu adalah bagian dari sebagian yang lain…” (Qs. Ali Imran [3]:195). Ini dalam arti bahwa sebagian kamu (hai umat manusia yang berjenis lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma laki-laki dan sebagian yang lain (hai umat manusia yang berjenis perempuan) demikian juga halnya. Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia, dan tidak ada perbedaan di antara mereka dari segi asal kejadian serta kemanusiaannya. Ya, inilah yang saya tahu. Bahwa di luar Adam dan Hawa, kita berasal dari pertemuan ovum dan sperma. Saya kecualikan dulu Nabi Isa (semoga Allah mensejahterakannya!), karena saya belum membacanya. Hehe… Baé wé! Wékz!

Lalu, ihwal hadis yang saya sebutkan di muka, Pak Zuhri menulis: “…yang perlu dilihat di sini adalah misi utama hadis menuntut agar rumah tangga berjalan tenteram, tidak selalu timbul pertengkaran antara suami dan isteri. Hadis ini menghendaki hubungan mesra yang kekal antara mereka. Wanita punya tabiat lembut dan manja, pria punya tabiat kokoh dan melindungi. Kesetaraan gender yang berlebihan dapat memupus pengembangan potensi kemanjaan wanita, yang itu merupakan kunci keharmonisan rumah tangga. Bila ide kesetaraan berimplikasi bahwa wanita tidak perlu bermanja-manja terhadap suaminya, rumah tangga akan hampa. Tetapi karena posisi wanita dalam hadis itu kurang menguntungkan mereka, sungguh pun misinya baik, tetap dikesani bias gender. Sebenarnya hadis itu justeru menunjukkan keasliannya, ia merupakan respon fenomena yang berkembang dengan misi mulia.

Sebenarnya pria dan wanita itu mempunyai plus dan minus. Penilaian minus terhadap wanita yang berkepanjangan telah mengukir sejarah sehingga wanita terpinggirkan di benua mana saja. Kini saatnya kaum wanita dikembalikan statusnya secara proporsional setara dengan pria dengan isu gender.” [Sekalian aza dah ditambahin ulasan isu gender-nya. Hehehe J ]

Ya, kekuatan laki-laki dibutuhkan oleh perempuan dan kelemahlembutan perempuan didambakan oleh laki-laki. Pak Quraish memisalkan, jarum harus kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Dengan berpasangan akan tercipta pakaian yang indah, serasi dan nyaman.

Bagi Pak Quraish, “khalaqa minha zawjaha”, Allah menciptakan dari-nya (nafsin wahidah) pasangannya, mengandung makna bahwa pasangan suami isteri hendaknya menyatu sehingga menjadi diri yang satu. Menyatu dalam perasaan dan pikirannya; dalam cita dan harapannya; dalam gerak dan langkahnya; bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya.

Ya, bagaimanapun, tulang rusukku memang masih utuh.***(Wallahu a’lam!)

No comments:

Post a Comment